Jumat, 19 April 2013

Hak dan Kewajiban Warga Negara


Warga negara memiliki peran yang vital bagi keberlangsungan sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan antara warga negara dan negara sebagai institusi yang menaunginya memiliki aturan atau hubungan yang diatur dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Agar dapat memiliki status yang jelas sebagai warga negara, pemahaman akan pengertian, sistem kewarganegaraan serta hal-hal lain yang menyangkut warga negara hendaknya menjadi penting untuk diketahui. Dengan memiliki status sebagai warga negara, orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan ini nantinya tercermin dalam peran, hak dan kewajiban secara timbal balik antara warga negara dengan negaranya.
Dalam beberapa literatur, dikenal istilah warga negara, rakyat dan penduduk. Istilah warga negara secara umum mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama (Tim ICCE UIN Jakarta). Istilah rakyat lebih merupakan konsep politis. Rakyat menunjuk pada orang-orang yang berada di bawah satu pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu. Istilah rakyat umumnya dilawankan dengan penguasa. Sedangkan penduduk, menurut Soepomo dalam Hartono Hadisoeprapto (1999), adalah orang-orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara. Sah artinya tidak bertentangan dengan dengan ketentuan-ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal tetap dalam negara yang bersangkutan. Orang yang berada di suatu wilayah negara dapat dibedakan menjadi penduduk dan non penduduk. Adapun penduduk negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan orang asing atau bukan warga negara.

Pengertian Warga Negara
Pengertian warga negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
Sementara itu, AS Hikam dalam Ghazalli (2004) mendefinisikan warga negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara seperti yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara adalah Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”.
Selanjutnya dalam pasal 1 UU Nomor 22/1958, dan dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan bahwa Warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Warga negara memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945. pernyataan ini mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Warga Negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan dengan undang-undang sebagai warga negara.
b. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor imigrasi.
Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Dari sudut hubungan antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara dengan konsep anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
Sistem Kewarganegaraan
Sistem kewarganegaraan merupakan ketentuan/pedoman yang digunakan dalam menentukan kewarganegaraan seseorang. Pada dasarnya terdapat tiga sistem yang secara umum dipergunakan untuk menentukan kriteria siapa yang menjadi warga negara suatu negara, yaitu kriteria yang didasarkan atas kelahiran, perkawinan dan naturalisasi.
1. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas kewarganegaraan yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman. Soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah, dan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan atau keibubapakan.
Sebagai contoh, jika sebuah negara menganut ius soli, maka seorang yang dilahirkan di negara tersebut mendapatkan hak sebagai warga negara. Begitu pula dengan asas ius sanguinis, jika sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara tertentu, Indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang tuanya, yakni warga negara Indonesia.
A. Asas Ius Sanguinis
Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan sendirinya juga warga negara Indonesia.
Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah (law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas keibubapakan, adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental dan China. Asas ius sanguinis memiliki keuntungan, antara lain:
(1) Akan memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara;
(2) Tidak akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lahir;
(3) Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme;
(4) Bagi negara daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).
B. Asas Ius Soli
Pada awalnya, asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.
Asas ius soli atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau asas teritorial adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak semua daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.
Untuk sementara waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika tetap menganut asas ius soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja, sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status kewarga-negaraan bapaknya.
Dalam perjalanan banyak negara yang meninggalkan asas ius soli, seperti Belanda, Belgia, dan lain-lain. Selain kedua asas tersebut, beberapa negara yang menggabungkan keduanya misalnya Inggris dan Indonesia.
2. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sistem perkawinan. Di dalam sistem perkawinan, terdapat dua buah asas, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
A. Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitment menjalankan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Menurut asas kesatuan hukum, sang istri akan mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan berjalan. Negara-negara yang masih mengikuti asas ini antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani, Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang menganut asas ini menjamin kesejahteraan para mempelai. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, melalui proses hemogenitas dan asimilasi bangsa. Proses ini akan dicapai apabila kewarganegaraan istri adalah sama dengan kewarganegaraan suami. Lebih-lebih istri memiliki tugas memelihara anak yang dilahirkan dari perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan dapat mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang ayah anak-anak.
B. Asas Persamaan Derajat
Dalam asas persamaan derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang menggunakan asas ini antara lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman, Israel, Swedia, Birma dan lainnya.
Asas ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya, maka selanjutnya ia menceraikan istrinya. Untuk menghindari penyelundupan hukum semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya.
3. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi
Walaupun tidak dapat memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun perkawinan, seseorang masih dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui proses pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat-syarat dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai negara sedikit-banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi negara masing-masing.
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut (Kartasapoetra. 1993: 216-7).
Perolehan Kewarganegaraan Indonesia
Untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia, pemerintah mengatur dalam Undang-undang. Hal ini diatur sedemikian rupa, sehingga mampu mengantisipasi berbagai permasalahan baik sosial maupun permasalahan hukum yang terjadi. Karena permasalahan yang menyangkut status warga negara dapat terjadi pada wilayah dalam negeri maupun aktivitas yang berkaitan dengan interaksi antar negara. Sebagai contoh, kehadiran beberapa artis muda di Indonesia yang berasal dari negara lain, saat ini tengah berurusan dengan pihak imigrasi karena visa dan status kewarganegaraan mereka. Terkait dengan kejahatan, berbagai kasus penyebaran narkoba oleh warga negara kulit hitam di Indonesia melibatkan jaringan internasional. Dengan pengaturan status kewarganegaraan, pihak kepolisian memiliki bukti yang kuat untuk mencekal maupun menangkap dan mengembalikannya ke negara asalnya.
Dalam penjelasan umum Undang-undang No. 62/1958 bahwa terdapat 7 (tujuh) cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
1. Karena kelahiran;
2. Karena pengangkatan;
3. Karena dikabulkannya permohonan;
4. Karena pewarganegaraan;
5. Karena perkawinan;
6. Karena turut ayah dan atau ibu;
7. Karena pernyataan.
Hak dan Kewajiban Warga Negara dan Negara
Seperti yang telah disampaikan di muka, bahwa warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Dengan demikian, warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya.
Dalam konteks Indonesia, hak warga negara terhadap negaranya telah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD 1945. Hak-hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945. Beberapa hak dan kewajiban tersebut antara lain: Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini menunjukkan asas keadilan sosial dan kerakyatan Hak membela negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
Selain itu, dalam Pasal 30 ayat (1) juga dinyatakan “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Hak berpendapat, berserikat dan berkumpul, seperti yang tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Hak kebebasan beragama dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya, sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945, di Pasal 29 ayat (2) dinyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.” Hak untuk mendapatkan pengajaran, seperti yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945.
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan UUD 1945. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 32 UUD 1945 ayat (1), “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) UUD 1945 berbunyi:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Dalam Pasal 34 UUD 1945 dijelaskan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”
Kewajiban warga negara terhadap negara Indonesia, antara lain: Kewajiban menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Kewajiban membela negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang telah ditulis sebelumnya. Kewajiban dalam upaya pertahanan negara, seperti yang sudah dituliskan di atas pada Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.
Selanjutnya hak-hak warga negara yang tertuang dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara dinamakan hak konstitusional. Setiap warga negara memiliki hak-hak konstitusional sebagaimana yang ada dalam UUD 1945. Warga negara berhak menggugat bila ada pihak-pihak lain yang berupaya membatasi atau menghilangkan hak-hak konstitusionalnya.
Secara garis besar, hak dan kewajiban warga negara yang tertuang dalam UUD 1945 mencakup berbagai bidang. Bidang-bidang ini antara lain adalah bidang politik dan pemerintahan, sosial, keagamaan, pendidikan, ekonomi, dan pertahanan.
Selain adanya hak dan kewajiban warga negara di dalam UUD 1945, pada perubahan pertama telah dicantumkan pula hak asasi manusia. Hak asasi manusia perlu dibedakan dengan hak warga negara. Hak warga negara merupakan hak yang ditentukan dalam suatu konstitusi negara. Munculnya hak ini adalah karena adanya ketentuan undang-undang dan berlaku bagi orang yang berstatus sebagai warga negara. Bisa terjadi hak dan kewajiban warga negara Indonesia berbeda dengan hak warga negara Malaysia oleh karena ketentuan undang-undang yang berbeda. Adapun hak asasi manusia umumnya merupakan hak-hak yang sifatnya mendasar yang melekat dengan keberadaannya sebagai manusia. Hak asasi manusia tidak diberikan oleh negara, tetapi justru harus dijamin keberadaannya oleh negara. Di samping adanya hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, dalam UUD 1945 adanya hak asasi manusia.
Ketentuan mengenai hak asasi manusia ini dalam UUD 1945 merupakan langkah maju dari bangsa Indonesia untuk menuju kehidupan konstitusional yang demokratis. Ketentuan mengenai hak asasi manusia tertuang pada Pasal 28 A sampai J UUD 1945. Dalam ketentuan tersebut juga dinyatakan adanya kewajiban dasar manusia. Hak dan kewajiban tersebut antara lain: Hak hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupan (Pasal 28A); Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawainan yang sah (Pasal 28B ayat 1); Hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B ayat 2); Hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidup dan demi kesejahteraan umat manusia (Pasal 28C ayat 1);
Hak memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara (Pasal 28 C ayat 2); Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D ayat 1); Hak untuk bekerja, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat 2); Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3); Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28D ayat 4); Hak bebas memeluk agama, beribadat menurut agama, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara, dan meninggalkannya dan kembali (Pasal 28E ayat 1); Hak bebas meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani (Pasal 28E ayat 2); Hak bebas berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3); Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial, serta hak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F); Hak atas perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, dan hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28G ayat 1); Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan memperoleh suaka politik dari negara lain (Pasal 28G ayat 2); Hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1);
Hak memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H ayat 2); Hak atas jaminan sosial (Pasal 28H ayat 3); Hak memiliki hak milik pribadi, dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28H ayat 4); Hak terhadap identitas budaya dan masyarakat tradisional (Pasal 28I ayat 3); Kewajiban menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 28J ayat 1); Kewajiban tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 28J ayat 2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai berbagai hak dan kewajiban warga negara dalam hubungannya dengan negara tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran atas UUD 1945. Misalnya dengan undang-undang.
Sebagai contoh:
1. Hak dan kewajiban warga negara di bidang pendidikan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
2. Hak dan kewajiban warga negara di bidang pertahanan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
3. Hak dan kewajiban warga negara di bidang politik terdapat dalam: UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan lain-lain.
Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warga negara adalah terlibatnya warga (langsung atau perwakilan) dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.
Di samping itu, setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia, diharapkan memiliki karakteristik yang bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Karakteristik adalah sejumlah sifat atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga negara Indonesia, sehingga muncul suatu identitas yang mudah dikenali sebagai warga negara.
Sejumlah sifat dan karakter warga negara Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Memiliki rasa hormat dan tanggung jawab
Sifat ini adalah sikap dan perilaku sopan santun, ramah tamah, dan melaksanakan semua tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai negara yang dikenal murah senyum dan ramah, identitas tersebut sepatutnya dijaga dan dipelihara.
2. Bersikap kritis
Sifat ini adalah sikap dan perilaku yang berdasarkan data dan fakta yang valid (sah) serta argumentasi yang akurat. Sifat kritis ini diperlukan oleh setiap warga negara guna menyaring segala informasi dan aktivitas baik mengenai perorangan, pihak-pihak tertentu maupun aparat pemerintahan, sehingga dapat mencegah segala pelanggaran maupun eksploitasi yang mungkin terjadi.
3. Melakukan diskusi dan dialog
Sifat ini adalah sikap dan perilaku dalam menyelesaikan masalah (problem solving). Hendaknya dilakukan dengan pola diskusi dan dialog untuk mencari kesamaan pemikiran terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi. Kemampuan mengeluarkan pendapat dari warga negara akan membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
4. Bersikap terbuka
Sifat ini adalah sikap dan perilaku yang transparan serta terbuka, sejauh masalah tersebut tidak bersifat rahasia. Keterbukaan akan mencegah pelanggaran/penyimpangan dan mampu membangun sikap mental yang positif dan lebih profesional.
5. Rasional
Sifat ini adalah pola sikap dan perilaku yang berdasarkan rasio atau akal pikiran yang sehat. Sifat rasional ini identik dengan tingkat pendidikan warga negara. Semakin banyak warga yang berperilaku rasional, maka tingkat pendidikan warga negara juga meningkat.
6. Adil
Sifat ini adalah sikap dan perilaku menghormati persamaan derajat dan martabat kemanusiaan. Adil merupakan kata yang mudah diucapkan , namun pelaksanaannya menghadapi berbagai kendala. Perilaku adil harus dipupuk dan dilatih sejak dini kepada generasi muda, karena keadilan akan membawa kedamaian di kemudian hari.
7. Jujur
Sifat ini adalah sikap dan perilaku yang berdasarkan data dan fakta yang sah dan akurat. Kejahatan korupsi yang telah mengakar di Indonesia merupakan contoh ketidakjujuran yang sangat terlihat, dan telah banyak menyengsarakan rakyat banyak dan menyebabkan ketakutan investor dari negara lain masuk ke Indonesia. Kejujuran merupakan barang yang mahal saat ini. Warga negara yang jujur akan membawa negaranya menjadi bangsa yang besar.
Hak dan Kewajiban Negara atau Pemerintah
Sebagaimana seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban, maka negara pun mempunyai hak dan kewajiban atas warga negaranya. Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan hak warga negara terhadap negara.
Hak negara atau pemerintah meliputi:
1. Menciptakan peraturan dan undang-undang yang dapat mewujudkan ketertiban dan keamanan bagi keseluruhan rakyat;
2. Melakukan monopoli terhadap sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak;
3. Memaksa setiap warga negara untuk taat pada hukum yang berlaku.
Kewajiban negara atau pemerintah sebagaimana yang tersebut dalam tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945 dan kewajiban negara menurut undang-undang serta UUD meliputi:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial;
5. Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agama dan kepercayaannya;
6. Membiayai pendidikan, khususnya pendidikan dasar;
7. Mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional;
8. Memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran belanja negara dan belanja daerah;
9. Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia;
10. Memajukan kebudayaan manusia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dengan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya;
11. Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional;
12. Menguasai cabang-cabang produksi terpenting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak;
13. Menguasai bumi, air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat;
14. Memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar;
15. Mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan;
16. Bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

sumber : http://massofa.wordpress.com/2011/04/27/hak-dan-kewajiban-warga-negara/

Tidak ada komentar :

Posting Komentar