Rabu, 01 Januari 2014

A. Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum




1.      Komponen kurikulum

              Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih dahulu mengenal komponen atau elemen atau unsure kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950 dalam Taba, 1962 : 422) bahwa “it is important as a part of a comprehensive theory ur organization to indicate just what kinds of elements will serve statisfactorily as organizing elements. And in a given curriculum it is important to identify the particular elements that shall be used.” Dari pernyataan Tyler tersebut, tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsure kurikulum. Herrick (1950 dalam Taba, 1962 : 425) mengemukakan 4 elemen yakni tujuan (objectives), mata pelajaran (subject matter) metode dan organisasi (method and organization), dan evaluasi (evaluation). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 komponen dasar: (1) aims, goals, and objective, (2) content, (3) learning activities, dan (4) evaluations (Zaiz, 1976 : 295). Nana Sy. Sukmadinata (1988 :110) mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau system penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen kurikulum sebelumnya, dalam uraian berikut ini akan dibahas mengenai komponen-komponen kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum yang terdiri dari: tujuan, materi/pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi.


a.       Tujuan
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan focus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satupun aspek-aspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam kenyataannya, aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebih lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasikan tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan objectives, yang ketiganya merupakan suatu hierarki vertical. Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti diutarakan oleh Zais juga tersurat dalam tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kulikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan kurikulum tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang pada GBHN dan UU-SPN.Tujuan kelembagaan (tujuan institusional merupakan tujuan yang menjabarkan tujuan pendidikan nasional, bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU SPN, karakteristik lembaga dan kebutuhan masyarakat.Tujuan kulikuler arau tujuan mata pelajaran/bidang studi dijabarkan dari tujuan kelembagaan, bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat.Tujuan yang terbawah dari hierarki tujuan kurikulum di Indonesia adalah tujuan pengajaran, yakni suatu tujuan yang menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa.

            Tujuan pengajaran terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajaran (TUP) dan Tujuan Khusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan dalam perumusannya, tujuan tersusun hierarki vertical dari yang tertinggi ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hierarki vertical dari tujuan terendah ke tujuan yang lebih tinggi. Untuk memperjelas uraian, berikut merupakan sistematika hierarki tujuan kurikulum di Indonesia.

Jenjang Tujuan
Dokumen
Penanggung Jawab
Tujuan Pendidikan
UU SPN & GBHN
Meteri dikbud
Tujuan kelembagaan
Kurikulum tiap lembaga
Kepala sekolah
Tujuan kurikuler
GBPP
Guru mata pelajaran/bidang studi/kelas
Tujuan pengajaran
GBPP & rancangan pembelajaran
Guru mata pelajaran/bidang studi/kelas
Tabel : Sistematika Hierarki Tujuan Kurikulum di Indonesia

            Hierarki tujuan kurikulum secara vertical di Indonesia sperti terurai sebelumnya, tersurat sampai dengan Kurikulum Yang Disempurnakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1985/1986.Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang atau dikembangkan sesuai denga kebutuhan dan/atau perkembangan zaman.

            Pengembangan hierarki kurikulum secara vertical di Indonesia tertampak dalam draft kurikulum tahun 1994/1995. Hierarki tujuan kurikulum vertical yang tersurat dalam draft kurikulum  1994/1995 tersebut diawali  dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi, tujuan kelas, dan tujuan catur wulan, serta tujuan pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan untuk lebih mempertajam hierarki tujuan kurikulum. Adanya hierarki tujuan kurikulum yang lebih tajam diharapkan dapat mempermudah guru menjabarkannya.

b.      Materi/pengalaman belajar
Hal yang merupakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulun) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan car paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976 : 322). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan dkiperlukan bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 :114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isi/ bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam kegitan pengembangan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebih efektif. Hal ini berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulumsecara pasti mencakup seleksi organisasi isi/materi dan pengalaman belajar (Taba, 1962 :266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi.Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang atau belajar bagaimana disiplin berpikir dari suatu disiplin ilmu.Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar harus dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum. Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat dalam pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini : “selecting the content, with accompanying learning experiences, is one of the two central decision in curriculum making, and therefore rational method of going about it is matter of great concent.”

c.       Organisasi
Perbedaan antara belajar disekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam har pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas bahwa materi dan pengalaman belajar dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan.Namun demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleksnya pengorganisasian kurikulum dikarenakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi semua pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23). Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi, kontinuitas, dan integrasi.

d.      Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen keempat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun kefektifan kurikulum dan pembelajaran. Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis, tetapi yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian  yang meliputi interaksi siswa, guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan, baik evaluasi belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum.Dari uraian tentang evaluasi ini, jelaslah bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil.Sebagai komponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.

Keselarasan antara empat komponen kurikulum tersebut akan dapat dihasilkan melalui pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar